Awal Bulan Menurut Berbagai Kriteria
Bagian Pertama
- Kriteria Rukyat Hilal ( Teori Visibilitas Hilal )
•
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para
astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic
Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania.
•
Berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang
dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat
jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang
dikenal sebagai "Limit Danjon".
•
Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori
tersebut mengindikasikan bahwa untuk wilayah sekitar Katulistiwa (Indonesia)
hilal baru mungkin dapat dirukyat menggunakan mata telanjang minimal pada
ketinggian di atas 6°.
•
Di bawah itu hingga ketinggian di atas 4° diperlukan
alat bantu penglihatan seperti teleskop dan sejenisnya.
- Kriteria Hisab Imkanur Rukyat
•
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama
Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang
disebut Imkanurrukyat yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan
bulan pada Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :
•
Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan
sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu
syarat-syarat berikut:
•
(1)· Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas
horison tidak kurang dari 2° dan
•
(2). Jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak
kurang dari 3°. Atau
•
(3)· Ketika Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari
8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku.
•
Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyat sebagai
dasar penentuan awal bulan masih mengakui kesaksian rukyat asalkan
ketinggiannya di atas batas yang disebutnya sebagai imkanurrukyat 2° bahkan
hanya dengan mata telanjang. Sementara dalam penyusunan kalendernya NU juga
menggunakan kriteria hisab imkanurrukyat 2° tanpa syarat elongasi dan
umur Hilal.
- Kriteria Hisab Wujudul Hilal
•
Ada organisasi lain dalam penyusunan kalender Hijriyah
baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya menggunakan kriteria yang
dinamakan "Hisab Hakiki Wujudul Hilal". Kriteria ini menyatakan bahwa
awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
•
Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif,
dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Atau dalam bahasa sederhanya
dapat diterjemahkan sebagai berikut:
•
"Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam
setelah terbenamnya Matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan
Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari
terbenam".